MAKALAH
“ MENGANALISIS RESIKO KREDIT ”

BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Bank merupakan lembaga
intermediasi yang bertugas menerima simpanan dari nasabah dan meminjamkannya
kepada nasabah (unit ekonomi) lain yang membutuhkan dana. Atas simpanan
masyarakat, bank memberikan imbalan berupa bunga. Demikian pula, atas pemberian
pinjaman (kredit) bank mengenakan bunga kepada para peminjam. Dengan kata lain
bank sebagai lembaga keuangan yang berfungsi menghimpun dan menyalurkan dana
dari dan ke masyarakat untuk meningkatkan pelayanan kepada para nasabah tanpa
mengabaikan etika perbankan.
Salah satu kegiatan
utama bank adalah menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Hal
ini didasarkan pada kenyataan bahwa perkreditan merupakan aktivitas terbesar
pada perbankan. Besarnya jumlah kredit yang disalurkan akan menentukan
keuntungan bank. Jika bank tidak mampu menyalurkan kredit sementara dana dari
masyarakat banyak disimpan, maka alternative lain bank bisa
menyalurkan dananya melalui pasar uang maupun pasar modal. Hal ini dilakukan
untuk memperoleh keuntungan yang maksimal. Apabila bank tidak
melakukan alternative lain selain menyalurkan kredit maka bank akan
mengalami kerugian, karena harus membayar bunga simpanan kepada masyarakat.
Data Bank Indonesia
menunjukan bahwa total kredit yang disalurkan perbankan mulai mengalami
peningkatan. Hingga Oktober 2016, nilai kredit mencapai Rp 4.246,6 triliun.
Nilai kredit mengalami pertumbuhan sebesar 7,4% dibandingkan tahun sebelumnya
yaitu pada tahun 2015 (kompas.com 2016).
Perkembangan ekonomi
yang semakin global tentu membawa peluang dan risiko yang semakin besar. Risiko
kredit merupakan masalah besar bagi dunia perbankan, dan lembaga keuangan pada
umumnya. Dengan demikian, risiko kredit perlu mendapatkan perhatian yang
khusus. Setiap rupiah yang tidak tertagih menjadi kredit macet, yang kemudian
menimbulkan biaya penyisihan dalam laporan laba/rugi.
Kredit disamping
memberikan sumbangan terbesar terhadap laba, kredit juga merupakan salah satu
faktor yang menyebabkan rapuhnya usaha perbankan yaitu dengan tingginya risiko
kredit. Risiko terkait dengan adanya ketidakpastian. Risiko kredit ditimbulkan
oleh debitur yang secara kredit tidak dapat membayar utang dan memenuhi
kewajiban seperti tertuang dalam kesepakatan atau turunnya kualitas debitur
atau pembeli sehingga persepsi mengenai kemungkinan gagal bayar semakin tinggi.
Risiko kredit perlu dikelola dengan baik karena apabila tidak dikelola dengan
baik maka akan mengakibatkan proposi kredit yang bermasalah semakin besar,
sehingga akan berdampak pada kondisi perbankan.
Pengendalian pada
Risiko kredit tentu dilakukan oleh setiap bank. Pengendalian tersebut
diantisipasi oleh kualitas suatu sistem manajemen risiko kredit yang baik untuk
meminimalkan risiko kredit. Pengetahuan mengenai manajemen risiko kredit sangat
penting dan berguna sebagai salah satu input alternative dalam mempertahankan
kondisi perbankan agar tetap stabil.
1.2 Rumusan
Masalah
Rumusan masalah makalah ini antara lain:
1.
Apa pengertian
risiko kredit?
2.
Bagaimana jenis
risiko kredit?
3.
Bagaimana proses
pengukuran resiko kredit berdasarkan Banking for International
Settlement (BIS)?
4.
Bagaimana cara
manajemen resiko kredit?
1.3 Tujuan
Tujuan makalah ini antara lain:
1.
Mengetahui
pengertian dari risiko kredit.
2.
Mengidentifikasi
jenis risiko kredit
3.
Mengetahui
pengukuran resiko kredit berdasarkan Banking for International
Settlement (BIS)
4.
Mengetahui cara
manajemen resiko kredit
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Resiko Kredit
Menurut Hardanto (2006), mengemukakan bahwa risiko
kredit adalah risiko kerugian yang berhubungan dengan peluang gagal memenuhi
kewajiban pada saat jatuh tempo. Dengan kata lain, risiko kredit adalah risiko
karena peminjam tidak membayar utangnya. Risiko kredit timbul dari beberapa
kemungkinan sebagai berikut :
a.
Debitur tidak
dapat melunasi utangnya.
b.
Obligasi yang
dibeli Bank, tidak membayar kupon dan atau pokok utang.
c.
Terjadinya
non-performance (gagal bayar) dari semua kewajiaban antara bank dengan pihak lain.
Besarnya risiko kredit terdiri dari dua faktor yaitu
besarnya eksposur kredit dan kualitas eksposur kredit. Besarnya eksposur kredit
sama dengan besarnya pinjaman itu sendiri. Semakin besar pinjaman semakin besar
juga tingkat eksposur kredit. Kualitas eksposur dicerminkan oleh kemungkinan
gagal bayar dari debitur secara kredit dan kualitas dari jaminan yang diberikan
oleh debitur atau pembeli kredit. Semakin rendah kualitas jaminan, semakin
rendah kualitas kredit maka semakin tinggi risiko kredit yang dihadapi
(Djohanputra 2004).
Menurut Sastradipoera (2001), risiko kredit
merupakan salah satu risiko yang umum dihadapi oleh bank dalam pemberian
kredit. Risiko kredit mengambil bagian terbesar dalam kegiatan perbankan karena
pemberian pinjaman dan investasi merupakan bagian terbesar dalam aktiva bank.
a.
Risiko kredit
timbul karena ketidakpastian pelunasan pinjaman oleh debitur. Kegagalan
memenuhi perjanjian pelunasan sebagian atau seluruhnya.
b.
Risiko kredit
merupakan risiko yang disebabkan oleh investasi yang tidak memberikan
pendapatan atau bisa dikatakan risiko yang mengakibatkan pengurangan aktiva
modal.
2.2 Jenis Resiko
Kredit
Berdasarkan counterparty, risiko
kredit dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
1.
risiko kredit
pemerintahan (sovereign credit risk)
Risiko kredit pemerintahan
berhubungan dengan Pemerintah suatu negara yang tidak mampu membayar pokok dan
bunga pinjamannya pada saat jatuh tempo, terutama pinjaman bilateral
antarnegara.
2.
risiko kredit
korporat (corporate credit risk)
Risiko kredit korporat adalah
risiko gagal bayar dari perusahaan yang menerbitkan surat utang, gagal bayar
dari perusahaan yang telah memperoleh kredit, serta gagal bayar dari perusahaan
memperoleh penyertaan modal. Risiko korporat lebih berisiko dan lebih sering
terjadi dalam Bank.
3.
risiko kredit
konsumen (retail customer credit risk)
Risiko kredit konsumen adalah
risiko kredit yang terkait dengan ketidakmampuan debitur perorangan dalam
menyelesaikan pembayaran kreditnya.
Berdasarkan perbedaan menurut counterparty-nya
seperti dijelaskan di atas, dapat dijelaskan lebih dalam bahwa risiko kredit
konsumen membatasi pada pemberian kredit konsumen individu yang digunakan untuk
tujuan konsumtif dan dalam hal ini sumber pengembalian kredit tidak berasal
dari objek yang dibiayai. Sedangkan berdasarkan komponen utama dari risiko
kredit, terbagi menjadi tiga komponen, yakni:
a.
probability of
default, adalah kemungkinan debitur gagal untuk melakukan pembayaran
sesuai yang diperjanjikan
b.
recovery
rate, adalah bagian yang dapat diterima Bank apabila debitur default
c.
credit
exposure, adalah hal-hal yang berkaitan dengan jumlah pinjaman pada saat
terjadi default
2.3 Pengukuran
Resiko Kredit Berdasarkan Banking for International Settlement (BIS)
Sebelum liberalisasi keuangan pada tahun 1970-an dan
1980-an regulasi keuangan yang dilakukan terfokus pada pemberian izin
mendirikan lembaga keuangan; pembatasan yang tegas mengenai aktivitas yang
diperbolehkan dan tidak diperbolehkan pada masing-masing institusi keuangan;
definisi dari rasio-rasio pada neraca dan persyaratan giro wajib minimum.
Pemecahan masalah dari regulasi diatas mulai dipikirkan sejak pertengahan
dekade 1970-an.
Pendekatan “pengawasan dengan prinsip kehati-hatian”
mulai dipertimbangkan dalam melakukan regulasi. Pemikiran mengenai pentingnya
prinsip kehati-hatian ini menjadi dasar munculnya ide para Banker internasional
untuk keseragaman regulasi secara internasional yang dinamakan Basel
Accord. Komite Basel (The Basel Committee) dicetuskan tahun 1974 dengan diprakarsai
oleh para gubernur Bank Sentral negara-negara yang tergabung dalam
G10 (the Group of Ten). Komite Basel pertama kali mempublikasikan The
First Basel Capital Accord (BASEL I) pada tahun 1988 dan The Second
Basel Capital Accord (BASEL II) pada tahun 2004.
Dalam ketentuan Basel I, rasio kecukupan modal hanya
dikaitkan dengan risiko kredit dengan didasari oleh beberapa kalkulasi yang
terdiri dari:
-
Bobot risiko
aktiva dan bobot risiko
-
Penyetaraan
dengan risiko kredit
-
Target rasio
modal dan kalkulasi konsumsi modal yang memenuhi syarat
-
Kecukupan hasil
pada modal yang memenuhi syarat
-
Struktur modal
Berdasarkan Basel I,
Bank perlu memiliki kecukupan modal, karena:
-
Merupakan unsur
terpenting bagi Bank dalam menjaga solvabilitas.
-
Modal merupakan
sumber untuk menyerap kerugian Bank
-
Modal merupakan
nilai investasi pemegang saham di Bank.
Basel I menentukan
besarnya minimum rasio modal adalah 8%. Formula Rasio Modal :
Untuk
pendekatan yang terdapat dalam Basel II berbeda secara mendasar dibandingkan
dengan Basel I. Perbedaan ini terlihat dalam Tabel 2.1. berikut ini.
Tabel 2.1.
Perbandingan Basel I dengan Basel II
BASEL I
|
BASEL II
|
Fokus pada sebuah pengukuran tunggal
Bank yang berbeda-beda
|
Fokus pada internal metodologi
|
Memiliki pendekatan yang sederhana terhadap
sensitivitas risiko
|
Memiliki tingkat sensitivitas risiko
yang lebih tinggi
|
Menggunakan pendekatan ”one single
size fits all” pada risiko dan modal
|
Fleksibel untuk disesuaikan terhadap
kebutuhan
|
Hanya mencakup risiko kredit dan
risiko pasar
|
Mencakup risiko kredit, risiko pasar,
risiko operasional, dan risiko lain-lain
|
Sumber: Global Association of Risk
Professional (GARP), Basel II
Basel II menggunakan
pendekatan baru untuk penilaian dan pengawasan Bank. Basel II adalah
rekomendasi hukum dan ketentuan perbankan kedua yang merupakan penyempurnaan
Basel I. Dalam Basel II mencakup tiga konsep yang dikenal Tiga Pilar, yakni:
a.
Pilar 1 –
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (Minimum Capital
Requirement). Dalam pilar ini, Bank diminta untuk mengkalkulasi modal
minimum untuk risiko kredit, risiko pasar, dan risiko operasional.
Risiko
kredit dihitung dengan Standardized Approach dan Internal Rating
Based (IRB) Approach yang terdiri dari Foundation IRB
Approach dan Advanced IRB Approach. Risiko pasar dihitung
dengan Standardized Approach dan Internal Model Approach. Risiko
operasional dihitung dengan Basic Indicator Approach, Standardized
Approach, dan Advanced Measurement Approach.
b.
Pilar 2 –
Tinjauan Berdasar Regulasi (Regulatory Overview). Pilar 2 fokus terhadap
berbagai persyaratan modal diatas tingkat minimum yang dihitung pada Pilar 1,
dan tindakan awal yang perlu dilakukan untuk menghadapi emerging risk.
Pilar 2 mengandung tiga area utama sebagai berikut:
·
Risiko
konsentrasi kredit yang diberikan oleh Bank
·
Interest rate in
the Banking book risk.
·
Risiko-risiko
lain seperti risiko reputasi, risiko bisnis, risiko strategis, serta risiko
yang timbul dalam menjalankan usaha Bank
c.
Pilar 3 –
Disiplin Pasar yang Efektif (Effective Use of Market Discipline) sebagai
pengungkit untuk memperkuat keterbukaan dan mendorong agar Bank lebih aman
dalam prakteknya.
2.4 Manajemen
Resiko Kredit
Menurut
Djohanputra (2004), Ada beberapa cara pengelolaan risiko kredit, diantaranya:
a.
Penyaringan
Cara
ini menekankan pada pencegahan agar gagal bayar terhindar. Perlu tim yang baik
untuk melakukan analisis dan pemeringkatan nasabah sehingga nasabah yang
melakukan moral hazard dan moral hazard bisa dikeluarkan dari daftar calon
nasabah.
b.
Program
Pembatasan
Perusahaan
menetapkan kebijakan untuk membatasi besarnya kredit yang diterima oleh satu
nasabah atau satu grup nasabah. Dunia perbankan mengenal BMPK (Batas Maksimum
Pemberian Kredit) atau 3L (Legal Leding Limit) yang bertujuan untuk membatasi
pemberian kredit yang berlebihan kepada nasabah.
c.
Diversifikasi
Kredit
Perusahaan menetapkan kebijakan mengenai diversifikasi pinjaman yang dikaitkan
dengan pembatasan diatas. Kebijakan diversifikasi dapat berupa:
-
Sebaran kredit
berdasarkan perusahaan.
-
Sebaran kredit
berdasarkan industri.
-
Sebaran kredit
berdasarkan ukuran perusahan.
-
Sebaran kredit
berdasarkan sektor.
Analisis
tingkat risiko kredit pada PT. Bank MNC Internasional,Tbk
Menyusun analisa tingkat risiko kredit
tahap-tahap yang perlu dilaksanakan dalam analisis ini adalah menganalisis dan
membuat laporan data kredit pada PT. Bank MNC Internasional, Tbk.
Dalam kegiatan perkreditan bank,
khususnya PT. Bank MNC Internasional,Tbk terdapat pengembalian kredit yang
bermasalah baik disengaja atau tidak. Pengembalian ini sering disebut Non
Performing Loan (NPL) atau pengembalian kredit bermasalah yang terdiri dari
kurang lancar, diragukan, dan macet. Berikut
ini rincian Non
Performing Loans (kolektibilitas kurang
lancar, diragukan, dan macet) PT. Bank MNC Internasional, Tbk :
Tabel 1
PT. Bank MNC Internasional, Tbk
Rincian Kredit Non Performing Loan
Per 31 Desember 2013

Sumber :
www.idx .co.id 2013 (diolah)
Rincian kredit Non Performing Loan per
31 Desember 2013 dilihat dari jumlah kredit pada kriteria diragukan dan macet
hampir sama. Sedangkan presentase kredit bermasalah dengan jumlah
kredit yang diberikan sebesar 0,06%.
Tabel 2
PT. Bank MNC Internasional, Tbk
Rincian Kredit Non Performing Loan
Per 31 Desember 2014

Rincian kredit Non Performing Loan per
31 Desember 2014 dilihat dari jumlah kredit pada kriteria diragukan dan macet
hampir sama. Sedangkan presentase kredit bermasalah dengan jumlah kredit yang
diberikan sebesar 0,05%.
Tabel 3
PT. Bank MNC Internasional, Tbk Rincian
Kredit Non Performing Loan Per 31 Desember 2015

Komposisi kredit Non Performing Loan per
31 Desember 2015 pada kolektibilitas macet menurun jika dibandingkan pada tahun
2014. Sehingga presentase kredit bermasalah dengan jumlah
kredit yang diberikan sebesar 0,04%.
4.1
Pembahasan :
Berdasarkan perhitungan
tersebut, maka Non
Performing Loan (NPL)
tahun 2013-2015 dapat
dirata-ratakan menjadi :
0,06% + 0,05% + 0,04% = 0,15%

3


=
0,05%

Bad
Debts


Total Loan
A.
Credit Risk Ratio pada tahun 2013
1.
Bad Debts
a.
|
Kurang Lancar
|
= Rp 16.286
|
b.
|
Diragukan
|
= Rp 21.517
|
c.
|
Macet
|
= Rp 266.228
|
d.
|
Total Loans
|
= Rp 304.031
|
|
Credit Risk
Ratio 2013
|
=
Rp 5.067.739
|
Credit
Risk Ratio 2013 =
Rp. 304.031
Rp. 5.067.739
=
0,06%
Diketahui
tingkat risiko pada tahun
2013 yang ada sebesar Rp
304.031 atau sebesar 0,06% ini menunjukkan bahwa risiko kredit tersebut
berada di bawah risiko kredit yang ditetapkan Bank Indonesia (BI) dengan
presentase kelebihan sebagai berikut: 5% - 0,06% = 4,94%
B.
Credit Risk Ratio pada tahun 2014
2.
Bad Debts
a.
Kurang Lancar = Rp 24.558
b.
Diragukan = Rp 13.285
c.
Macet = Rp
217.425
d.
Total Loans = Rp 255.268



5% - 0,05% = 4,95%
C.
Credit Risk Ratio pada tahun 2015
3.
Bad Debts
a.
Kurang Lancar = Rp 18.091
b.
Diragukan = Rp 37.269
c.
Macet = Rp
178.793
d.
Total Loans = Rp 234.153

Rp. 5.968.837
=
0,04%
Diketahui tingkat
risiko pada tahun 2015 yang
ada sebesar Rp 234.153 atau
sebesar 0,04% ini menunjukkan
bahwa risiko kredit tersebut berada di bawah risiko kredit yang ditetapkan Bank
Indonesia (BI) dengan presentase kelebihan sebagai berikut:
5% - 0,04% = 4,96%
Tabel 4
PT. Bank MNC Internasional, Tbk
Nilai rata – rata prosentase
Pada tahun 2013 - 2015

Rata
– rata = 0,05% Dapat disimpulkan bahwa
dilihat dari aspek Non Performing Loan (NPL) yang terdiri dari kolektibilitas
kurang lancar, diragukan dan macet. Dan persentase dari tahun ketahun mengalami
penurunan dan nilai rata-rata persentasenya sebesar 0,05% atau tidak lebih dari
3% dilihat dari tingkat kesehatan bank sebesar 5% menurut ketetapan Bank
Indonesia (BI), maka tingkat risiko PT. Bank MNC Internasional, Tbk berada pada
kategori rendah. Dari data diatas jumlah kredit bermasalah dari tahun ketahun
semakin berkurang sedangkan total kredit yang diberikan semakin bertambah. Maka
hal ini akan berpengaruh pada jumlah Non Performing Loan (NPL).
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
Risiko kredit
adalah risiko kerugian yang berhubungan dengan peluang gagal memenuhi kewajiban
pada saat jatuh tempo
2.
Terdapat 3 jenis
risiko kredit, antara lain risiko pemerintahan, risiko korporat, dan
risiko konsumen.
3.
Resiko kredit
dapat diukur dengan menggunakan metode dari Banking for International
Settlement (BIS) yaitu dengan mempertimbangkan rasio kecukupan modal
4.
Ada beberapa
cara pengelolaan risiko kredit, antara lain: penyaringan, program pembatasan,
diversifikasi
3.2 Saran
1.
Perlu adanya
penelitian nyata mengenai penerapan manajemen kredit di beberapa intansi
khususnya bank.
DAFTAR
PUSTAKA
Hardanto SS. 2006. Manajemen Risiko
bagi Bank Umum. Jakarta(ID): Elex Media Komputindo.
Djohanputra B. 2006. Manajemen
risiko terintegrasi. Jakarta(ID): Penerbit PPM
Sastradipoera K. 2001. Manajemen
Perbankan. Bandung(ID): Kappa Sigm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar