Rabu, 27 November 2019


MAKALAH
“ MENGANALISIS RESIKO KREDIT ”
Description: D:\FILE KULIAH\STIE.jpg




BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Bank merupakan lembaga intermediasi yang bertugas menerima simpanan dari nasabah dan meminjamkannya kepada nasabah (unit ekonomi) lain yang membutuhkan dana. Atas simpanan masyarakat, bank memberikan imbalan berupa bunga. Demikian pula, atas pemberian pinjaman (kredit) bank mengenakan bunga kepada para peminjam. Dengan kata lain bank sebagai lembaga keuangan yang berfungsi menghimpun dan menyalurkan dana dari dan ke masyarakat untuk meningkatkan pelayanan kepada para nasabah tanpa mengabaikan etika perbankan.
Salah satu kegiatan utama bank adalah menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa perkreditan merupakan aktivitas terbesar pada perbankan. Besarnya jumlah kredit yang disalurkan akan menentukan keuntungan bank. Jika bank tidak mampu menyalurkan kredit sementara dana dari masyarakat banyak disimpan, maka alternative lain bank bisa menyalurkan dananya melalui pasar uang maupun pasar modal. Hal ini dilakukan untuk memperoleh keuntungan yang maksimal. Apabila bank tidak melakukan alternative lain selain menyalurkan kredit maka bank akan mengalami kerugian, karena harus membayar bunga simpanan kepada masyarakat.
Data Bank Indonesia menunjukan bahwa total kredit yang disalurkan perbankan mulai mengalami peningkatan. Hingga Oktober 2016, nilai kredit mencapai Rp 4.246,6 triliun. Nilai kredit mengalami pertumbuhan sebesar 7,4% dibandingkan tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2015 (kompas.com 2016).
Perkembangan ekonomi yang semakin global tentu membawa peluang dan risiko yang semakin besar. Risiko kredit merupakan masalah besar bagi dunia perbankan, dan lembaga keuangan pada umumnya. Dengan demikian, risiko kredit perlu mendapatkan perhatian yang khusus. Setiap rupiah yang tidak tertagih menjadi kredit macet, yang kemudian menimbulkan biaya penyisihan dalam laporan laba/rugi.
Kredit disamping memberikan sumbangan terbesar terhadap laba, kredit juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan rapuhnya usaha perbankan yaitu dengan tingginya risiko kredit. Risiko terkait dengan adanya ketidakpastian. Risiko kredit ditimbulkan oleh debitur yang secara kredit tidak dapat membayar utang dan memenuhi kewajiban seperti tertuang dalam kesepakatan atau turunnya kualitas debitur atau pembeli sehingga persepsi mengenai kemungkinan gagal bayar semakin tinggi. Risiko kredit perlu dikelola dengan baik karena apabila tidak dikelola dengan baik maka akan mengakibatkan proposi kredit yang bermasalah semakin besar, sehingga akan berdampak pada kondisi perbankan.
Pengendalian pada Risiko kredit tentu dilakukan oleh setiap bank. Pengendalian tersebut diantisipasi oleh kualitas suatu sistem manajemen risiko kredit yang baik untuk meminimalkan risiko kredit. Pengetahuan mengenai manajemen risiko kredit sangat penting dan berguna sebagai salah satu input alternative dalam mempertahankan kondisi perbankan agar tetap stabil.

1.2    Rumusan Masalah
Rumusan masalah makalah ini antara lain:
1.        Apa pengertian risiko kredit?
2.        Bagaimana jenis risiko kredit?
3.        Bagaimana proses pengukuran resiko kredit berdasarkan Banking for International Settlement (BIS)?
4.        Bagaimana cara manajemen resiko kredit?

1.3    Tujuan
 Tujuan makalah ini antara lain:
1.        Mengetahui pengertian dari risiko kredit.
2.        Mengidentifikasi jenis risiko kredit
3.        Mengetahui pengukuran resiko kredit berdasarkan Banking for International Settlement (BIS)
4.        Mengetahui cara manajemen resiko kredit

















BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Pengertian Resiko Kredit
Menurut Hardanto (2006), mengemukakan bahwa risiko kredit adalah risiko kerugian yang berhubungan dengan peluang gagal memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo. Dengan kata lain, risiko kredit adalah risiko karena peminjam tidak membayar utangnya. Risiko kredit timbul dari beberapa kemungkinan sebagai berikut :
a.        Debitur tidak dapat melunasi utangnya.
b.        Obligasi yang dibeli Bank, tidak membayar kupon dan atau pokok utang.
c.        Terjadinya non-performance (gagal bayar) dari semua kewajiaban antara bank dengan pihak lain.
Besarnya risiko kredit terdiri dari dua faktor yaitu besarnya eksposur kredit dan kualitas eksposur kredit. Besarnya eksposur kredit sama dengan besarnya pinjaman itu sendiri. Semakin besar pinjaman semakin besar juga tingkat eksposur kredit. Kualitas eksposur dicerminkan oleh kemungkinan gagal bayar dari debitur secara kredit dan kualitas dari jaminan yang diberikan oleh debitur atau pembeli kredit. Semakin rendah kualitas jaminan, semakin rendah kualitas kredit maka semakin tinggi risiko kredit yang dihadapi (Djohanputra 2004).
Menurut Sastradipoera (2001), risiko kredit merupakan salah satu risiko yang umum dihadapi oleh bank dalam pemberian kredit. Risiko kredit mengambil bagian terbesar dalam kegiatan perbankan karena pemberian pinjaman dan investasi merupakan bagian terbesar dalam aktiva bank.
a.        Risiko kredit timbul karena ketidakpastian pelunasan pinjaman oleh debitur. Kegagalan memenuhi perjanjian pelunasan sebagian atau seluruhnya.
b.        Risiko kredit merupakan risiko yang disebabkan oleh investasi yang tidak memberikan pendapatan atau bisa dikatakan risiko yang mengakibatkan pengurangan aktiva modal.

2.2    Jenis Resiko Kredit
Berdasarkan counterparty, risiko kredit dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
1.        risiko kredit pemerintahan (sovereign credit risk)
Risiko kredit pemerintahan berhubungan dengan Pemerintah suatu negara yang tidak mampu membayar pokok dan bunga pinjamannya pada saat jatuh tempo, terutama pinjaman bilateral antarnegara.
2.        risiko kredit korporat (corporate credit risk)
Risiko kredit korporat adalah risiko gagal bayar dari perusahaan yang menerbitkan surat utang, gagal bayar dari perusahaan yang telah memperoleh kredit, serta gagal bayar dari perusahaan memperoleh penyertaan modal. Risiko korporat lebih berisiko dan lebih sering terjadi dalam Bank.
3.        risiko kredit konsumen (retail customer credit risk)
Risiko kredit konsumen adalah risiko kredit yang terkait dengan ketidakmampuan debitur perorangan dalam menyelesaikan pembayaran kreditnya.
Berdasarkan perbedaan menurut counterparty-nya seperti dijelaskan di atas, dapat dijelaskan lebih dalam bahwa risiko kredit konsumen membatasi pada pemberian kredit konsumen individu yang digunakan untuk tujuan konsumtif dan dalam hal ini sumber pengembalian kredit tidak berasal dari objek yang dibiayai. Sedangkan berdasarkan komponen utama dari risiko kredit, terbagi menjadi tiga komponen, yakni:
a.       probability of default, adalah kemungkinan debitur gagal untuk melakukan pembayaran sesuai yang diperjanjikan
b.      recovery rate, adalah bagian yang dapat diterima Bank apabila debitur default
c.       credit exposure, adalah hal-hal yang berkaitan dengan jumlah pinjaman pada saat terjadi default

2.3    Pengukuran Resiko Kredit Berdasarkan Banking for International Settlement (BIS)
Sebelum liberalisasi keuangan pada tahun 1970-an dan 1980-an regulasi keuangan yang dilakukan terfokus pada pemberian izin mendirikan lembaga keuangan; pembatasan yang tegas mengenai aktivitas yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan pada masing-masing institusi keuangan; definisi dari rasio-rasio pada neraca dan persyaratan giro wajib minimum. Pemecahan masalah dari regulasi diatas mulai dipikirkan sejak pertengahan dekade 1970-an.
Pendekatan “pengawasan dengan prinsip kehati-hatian” mulai dipertimbangkan dalam melakukan regulasi. Pemikiran mengenai pentingnya prinsip kehati-hatian ini menjadi dasar munculnya ide para Banker internasional untuk keseragaman regulasi secara internasional yang dinamakan Basel Accord. Komite Basel (The Basel Committee) dicetuskan tahun 1974 dengan diprakarsai oleh para gubernur Bank Sentral negara-negara yang tergabung dalam G10 (the Group of Ten). Komite Basel pertama kali mempublikasikan The First Basel Capital Accord (BASEL I) pada tahun 1988 dan The Second Basel Capital Accord (BASEL II) pada tahun 2004.
Dalam ketentuan Basel I, rasio kecukupan modal hanya dikaitkan dengan risiko kredit dengan didasari oleh beberapa kalkulasi yang terdiri dari:
-              Bobot risiko aktiva dan bobot risiko
-              Penyetaraan dengan risiko kredit
-              Target rasio modal dan kalkulasi konsumsi modal yang memenuhi syarat
-              Kecukupan hasil pada modal yang memenuhi syarat
-              Struktur modal
Berdasarkan Basel I, Bank perlu memiliki kecukupan modal, karena:
-              Merupakan unsur terpenting bagi Bank dalam menjaga solvabilitas.
-              Modal merupakan sumber untuk menyerap kerugian Bank
-              Modal merupakan nilai investasi pemegang saham di Bank.
Basel I menentukan besarnya minimum rasio modal adalah 8%. Formula Rasio Modal :
Untuk pendekatan yang terdapat dalam Basel II berbeda secara mendasar dibandingkan dengan Basel I. Perbedaan ini terlihat dalam Tabel 2.1. berikut ini.
Tabel 2.1.
Perbandingan Basel I dengan Basel II
BASEL I
BASEL II
Fokus pada sebuah pengukuran tunggal Bank yang berbeda-beda
Fokus pada internal metodologi
Memiliki pendekatan yang sederhana terhadap sensitivitas risiko
Memiliki tingkat sensitivitas risiko yang lebih tinggi
Menggunakan pendekatan ”one single size fits all” pada risiko dan modal
Fleksibel untuk disesuaikan terhadap kebutuhan
Hanya mencakup risiko kredit dan risiko pasar
Mencakup risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, dan risiko lain-lain

Sumber: Global Association of Risk Professional (GARP), Basel II
Basel II menggunakan pendekatan baru untuk penilaian dan pengawasan Bank. Basel II adalah rekomendasi hukum dan ketentuan perbankan kedua yang merupakan penyempurnaan Basel I. Dalam Basel II mencakup tiga konsep yang dikenal Tiga Pilar, yakni:
a.       Pilar 1 – Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (Minimum Capital Requirement). Dalam pilar ini, Bank diminta untuk mengkalkulasi modal minimum untuk risiko kredit, risiko pasar, dan risiko operasional.
Risiko kredit dihitung dengan Standardized Approach dan Internal Rating Based (IRB) Approach yang terdiri dari Foundation IRB Approach dan Advanced IRB Approach. Risiko pasar dihitung dengan Standardized Approach dan Internal Model Approach. Risiko operasional dihitung dengan Basic Indicator Approach, Standardized Approach, dan Advanced Measurement Approach.
b.      Pilar 2 – Tinjauan Berdasar Regulasi (Regulatory Overview). Pilar 2 fokus terhadap berbagai persyaratan modal diatas tingkat minimum yang dihitung pada Pilar 1, dan tindakan awal yang perlu dilakukan untuk menghadapi emerging risk. Pilar 2 mengandung tiga area utama sebagai berikut:
·            Risiko konsentrasi kredit yang diberikan oleh Bank
·            Interest rate in the Banking book risk.
·            Risiko-risiko lain seperti risiko reputasi, risiko bisnis, risiko strategis, serta risiko yang timbul dalam menjalankan usaha Bank
c.       Pilar 3 – Disiplin Pasar yang Efektif (Effective Use of Market Discipline) sebagai pengungkit untuk memperkuat keterbukaan dan mendorong agar Bank lebih aman dalam prakteknya.

2.4     Manajemen Resiko Kredit
Menurut Djohanputra (2004), Ada beberapa cara pengelolaan risiko kredit, diantaranya:
a.       Penyaringan
Cara ini menekankan pada pencegahan agar gagal bayar terhindar. Perlu tim yang baik untuk melakukan analisis dan pemeringkatan nasabah sehingga nasabah yang melakukan moral hazard dan moral hazard bisa dikeluarkan dari daftar calon nasabah.
b.      Program Pembatasan
Perusahaan menetapkan kebijakan untuk membatasi besarnya kredit yang diterima oleh satu nasabah atau satu grup nasabah. Dunia perbankan mengenal BMPK (Batas Maksimum Pemberian Kredit) atau 3L (Legal Leding Limit) yang bertujuan untuk membatasi pemberian kredit yang berlebihan kepada nasabah.
c.       Diversifikasi
Kredit Perusahaan menetapkan kebijakan mengenai diversifikasi pinjaman yang dikaitkan dengan pembatasan diatas. Kebijakan diversifikasi dapat berupa:
-              Sebaran kredit berdasarkan perusahaan.
-              Sebaran kredit berdasarkan industri.
-              Sebaran kredit berdasarkan ukuran perusahan.
-              Sebaran kredit berdasarkan sektor.











Analisis tingkat risiko kredit pada PT. Bank MNC Internasional,Tbk

Menyusun analisa tingkat risiko kredit tahap-tahap yang perlu dilaksanakan dalam analisis ini adalah menganalisis dan membuat laporan data kredit pada PT. Bank MNC Internasional, Tbk.
Dalam kegiatan perkreditan bank, khususnya PT. Bank MNC Internasional,Tbk terdapat pengembalian kredit yang bermasalah baik disengaja atau tidak. Pengembalian ini sering disebut Non Performing Loan (NPL) atau pengembalian kredit bermasalah yang terdiri dari kurang lancar, diragukan, dan macet. Berikut  ini  rincian  Non  Performing  Loans  (kolektibilitas  kurang  lancar,  diragukan,  dan macet) PT. Bank MNC Internasional, Tbk :

Tabel 1
PT. Bank MNC Internasional, Tbk
Rincian Kredit Non Performing Loan
Per 31 Desember 2013


Sumber : www.idx .co.id 2013 (diolah)
Rincian kredit Non Performing Loan per 31 Desember 2013 dilihat dari jumlah kredit pada kriteria diragukan dan macet hampir sama. Sedangkan presentase kredit bermasalah dengan jumlah
kredit yang diberikan sebesar 0,06%.
Tabel 2
PT. Bank MNC Internasional, Tbk
Rincian Kredit Non Performing Loan
Per 31 Desember 2014

Sumber :www.idx.co.id (diolah)
Rincian kredit Non Performing Loan per 31 Desember 2014 dilihat dari jumlah kredit pada kriteria diragukan dan macet hampir sama. Sedangkan presentase kredit bermasalah dengan jumlah kredit yang diberikan sebesar 0,05%.

Tabel 3
PT. Bank MNC Internasional, Tbk Rincian Kredit Non Performing Loan Per 31 Desember 2015

Sumber :www.idx.co.id (diolah)
Komposisi kredit Non Performing Loan per 31 Desember 2015 pada kolektibilitas macet menurun jika dibandingkan pada tahun 2014. Sehingga presentase kredit bermasalah dengan jumlah
kredit yang diberikan sebesar 0,04%.


















4.1  Pembahasan :
Berdasarkan  perhitungan  tersebut,  maka  Non  Performing  Loan  (NPL)  tahun  2013-2015 dapat dirata-ratakan menjadi :
0,06% + 0,05% + 0,04% = 0,15%


Jadi rata-rata NPL      = 0,15%
                                                         3

                                                = 0,05%
Perhitungan  tingkat  risiko  kredit  dengan  menggunakan  analisis  Credit  Risk  Ratio,  berdasarkan kolektibilitas kredit dari PT. Bank MNC Internasional,Tbk maka akan diperoleh sebagai berikut :
Bad Debts

Credit Risk Ratio  =

Total Loan



A.  Credit Risk Ratio pada tahun 2013

1.      Bad Debts

a.
Kurang Lancar
= Rp 16.286

b.

Diragukan

= Rp 21.517

c.

Macet

= Rp 266.228

d.

Total Loans

= Rp 304.031






Credit Risk Ratio 2013

   
=


Rp 5.067.739








Credit Risk Ratio 2013            = Rp. 304.031
                                                               Rp. 5.067.739
                                                            = 0,06%
Diketahui  tingkat  risiko  pada tahun  2013 yang  ada  sebesar Rp  304.031 atau  sebesar 0,06%  ini menunjukkan bahwa risiko kredit tersebut berada di bawah risiko kredit yang ditetapkan Bank Indonesia (BI) dengan presentase kelebihan sebagai berikut: 5% - 0,06% = 4,94%


B.  Credit Risk Ratio pada tahun 2014

2.   Bad Debts
a.   Kurang Lancar      = Rp 24.558
b.   Diragukan             = Rp 13.285
c.   Macet                    = Rp 217.425
d.   Total Loans           = Rp 255.268


Credit Risk Ratio 2014           = Rp 255.268
                                                     Rp 5.282.365

Diketahui  tingkat  risiko  pada tahun  2014 yang  ada  sebesar Rp  255.268 atau  sebesar 0,05%  ini menunjukkan bahwa risiko kredit tersebut berada di bawah risiko kredit yang ditetapkan Bank Indonesia (BI) dengan presentase kelebihan sebagai berikut:
5% - 0,05% = 4,95%

C.  Credit Risk Ratio pada tahun 2015

3.   Bad Debts

a.   Kurang Lancar      = Rp 18.091
b.   Diragukan             = Rp 37.269
c.   Macet                    = Rp 178.793
d.   Total Loans           = Rp 234.153


Credit Risk Ratio 2015           =   Rp 234.153
                                                     Rp. 5.968.837
  =   0,04%

Diketahui  tingkat  risiko  pada tahun  2015 yang  ada  sebesar Rp  234.153 atau  sebesar 0,04%  ini menunjukkan bahwa risiko kredit tersebut berada di bawah risiko kredit yang ditetapkan Bank Indonesia (BI) dengan presentase kelebihan sebagai berikut:
5% - 0,04% = 4,96%




Tabel 4
PT. Bank MNC Internasional, Tbk
Nilai rata – rata prosentase
Pada tahun 2013 - 2015




Rata – rata =  0,05% Dapat disimpulkan bahwa dilihat dari aspek Non Performing Loan (NPL) yang terdiri dari kolektibilitas kurang lancar, diragukan dan macet. Dan persentase dari tahun ketahun mengalami penurunan dan nilai rata-rata persentasenya sebesar 0,05% atau tidak lebih dari 3% dilihat dari tingkat kesehatan bank sebesar 5% menurut ketetapan Bank Indonesia (BI), maka tingkat risiko PT. Bank MNC Internasional, Tbk berada pada kategori rendah. Dari data diatas jumlah kredit bermasalah dari tahun ketahun semakin berkurang sedangkan total kredit yang diberikan semakin bertambah. Maka hal ini akan berpengaruh pada jumlah Non Performing Loan (NPL).




















BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
1.      Risiko kredit adalah risiko kerugian yang berhubungan dengan peluang gagal memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo
2.      Terdapat 3 jenis risiko kredit, antara lain risiko pemerintahan, risiko korporat,  dan risiko konsumen.
3.      Resiko kredit dapat diukur dengan menggunakan metode dari Banking for International Settlement (BIS) yaitu dengan mempertimbangkan rasio kecukupan modal
4.      Ada beberapa cara pengelolaan risiko kredit, antara lain: penyaringan, program pembatasan, diversifikasi

3.2    Saran
1.        Perlu adanya penelitian nyata mengenai penerapan manajemen kredit di beberapa intansi khususnya bank.










































DAFTAR PUSTAKA

Hardanto SS. 2006. Manajemen Risiko bagi Bank Umum. Jakarta(ID): Elex Media Komputindo.
Djohanputra B. 2006. Manajemen risiko terintegrasi. Jakarta(ID): Penerbit PPM
Sastradipoera K. 2001. Manajemen Perbankan. Bandung(ID): Kappa Sigm


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TUGAS PERPAJAKAN “ Contoh Kasus Tax Avoidance dan Tax Evasion” Contoh Kasus Tax Avoidance "Gelombang Penghindaran Pajak d...